Kelompok KKM Universitas Bina Bangsa (UNIBA) 2025 menyelenggarakan penyuluhan dan edukasi yang sangat penting tentang "Stop Bullying dan Pelecehan Seksual". Kegiatan ini menghadirkan Ibu Ade Rahayu Prihartini, S.ST., M.Kes, sebagai narasumber. Beliau menekankan bahwa bullying adalah tindakan yang tidak baik dan penting bagi semua orang untuk tidak menjadi pelaku maupun korban.
Mengatasi Bullying: Membangun Pertahanan Diri dari Lingkungan Terdekat
Ibu Ade memaparkan berbagai cara untuk membentengi diri dari tindakan bullying. Ia menyarankan para siswa untuk bercerita kepada orang terdekat yang dipercaya, seperti orang tua, guru, atau teman. Jika terjadi di lingkungan sekolah, korban harus segera melaporkan kepada pihak yayasan atau sekolah.
Selama sesi tanya jawab, banyak siswa dan siswi yang mengungkapkan pengalaman menjadi korban bullying. Mereka tak kuasa menahan tangis saat berbagi cerita tentang perlakuan bullying, bahkan dari keluarga sendiri. Komentar seperti "Kok kamu gendut?" atau "Kurus banget kaya kurang gizi" ternyata meninggalkan luka emosional yang mendalam. Pertanyaan muncul tentang bagaimana menyikapi keluarga yang meremehkan perasaan korban dengan tanggapan "Ah, cuma gitu doang." Ibu Ade dengan lembut namun tegas menjawab, "Berikan dulu pemahaman kepada orang tua bahwa di-bully itu tidak enak dan membuat mental down, baru ceritakan bahwa kamu di-bully."
Batasan Diri dan Pelecehan Seksual: Menjaga Diri dan Melawan Stigma
Selanjutnya, Ibu Ade membahas tentang pelecehan seksual (sexual harassment). Beliau menjelaskan bahwa pelecehan tidak hanya terjadi antar lawan jenis, tetapi juga bisa sesama jenis, bahkan dari anggota keluarga. Ia memberikan contoh kasus tragis yang sering terjadi, seperti pelecehan yang dilakukan oleh ayah kepada anaknya atau kakek kepada cucunya.
Untuk mencegah hal tersebut, Ibu Ade memberikan batasan penting yang harus dipahami sejak dini:
* Jangan mau disentuh pada bagian-bagian intim, mulai dari dada hingga lutut.
* Hindari kontak fisik berlebihan sejak usia 7 tahun, karena hasrat seseorang tidak memandang bulu.
Di akhir sesi, seorang siswa mengajukan pertanyaan kritis, "Kenapa jika terjadi pelecehan, korban yang sering disalahkan sedangkan pelaku baik-baik saja?" Ibu Ade menjawab dengan lantang bahwa hal tersebut adalah stigma yang harus diubah di masyarakat.
"Korban tetaplah korban. Yang salah adalah pelaku," tegas Ibu Ade. Ia menambahkan bahwa pelaku harus bisa mengontrol hasratnya, karena meskipun seseorang telah berpakaian tertutup, pelecehan seperti catcalling masih bisa terjadi. Oleh karena itu, perubahan pola pikir masyarakat menjadi sangat krusial. Penyuluhan ini diharapkan dapat menjadi bekal berharga bagi para siswa untuk lebih berani dalam bersuara, melindungi diri, dan memutus rantai kekerasan.
No comments:
Post a Comment