
Ketua Umum Serikat Krakatau Medika Ajak Pekerja Bangkitkan Kesadaran Kemanusiaan untuk Gaza
Seruan tersebut muncul seiring aksi besar bertajuk “Solidaritas untuk Gaza” yang digelar oleh Perhimpunan Pekerja Indonesia (PPI) bersama Federasi Serikat Pengemudi Daring (SPEED) dan Aliansi Aksi Sejuta Buruh (AASB) di kawasan Patung Kuda, Jakarta Pusat, Selasa (7/10). Ribuan peserta aksi menuntut dihentikannya genosida dan blokade kemanusiaan yang masih berlangsung di Jalur Gaza dua tahun setelah agresi Tufanul Aqsa.
“Kami Tidak Netral — Kami Berpihak pada Kemanusiaan”
Ketua Umum PPI, Ricardo Lumalessil, menyebut aksi ini sebagai pernyataan moral kelas pekerja terhadap penderitaan rakyat Palestina.
“Kami bukan diplomat atau elite. Kami hanyalah buruh dan pengemudi yang tahu rasanya ditindas dan dikorbankan. Karena itu kami tidak bisa diam. Gaza adalah luka kita semua,” ujarnya di sela longmarch menuju Kedutaan Besar Amerika Serikat.
Ricardo menilai lembaga-lembaga internasional seperti PBB dan ILO kehilangan kredibilitas karena gagal menghentikan kekejaman Israel.
“Kami kecewa pada PBB. Kami kecewa pada ILO. Dunia tidak bisa terus menonton pembantaian ini tanpa bertindak. Diam adalah bentuk keterlibatan,” katanya.

Lima Tuntutan Aksi Buruh dan Ojol untuk Gaza
Dalam pernyataan sikapnya, PPI dan elemen buruh lain menegaskan lima tuntutan utama:
- Hentikan genosida dan agresi militer Israel terhadap rakyat Palestina.
- Desak PBB bertindak nyata, bukan sekadar mengutuk.
- Dorong ILO dan serikat buruh dunia aktif menyelamatkan pekerja Palestina.
- Jatuhkan sanksi terhadap Benjamin Netanyahu dan Israel atas kejahatan perang.
- Buka jalur bantuan kemanusiaan tanpa blokade dan intervensi militer.
Ajakan dari Cilegon: Simbol Kecil, Pesan Besar
Dari Cilegon, dukungan datang lewat gerakan moral yang digagas Hengky Suryo Winoto, Ketua Serikat Karyawan Krakatau Medika. Ia menyerukan agar setiap pekerja di kawasan industri dan rumah sakit ikut menunjukkan kepedulian terhadap rakyat Palestina melalui aksi simbolik.
“Kami mengajak rekan-rekan pekerja untuk mengenakan atribut yang mengingatkan masyarakat tentang Palestina — bisa pin, pita, syal, atau apapun yang menyalakan kesadaran,” ujar Hengky.
“Kita mungkin tidak bisa berada di Gaza, tapi kita bisa menghadirkan semangat kemanusiaan itu di tempat kerja masing-masing.”

Menurut Hengky, gerakan simbolik seperti ini penting untuk menumbuhkan empati di tengah rutinitas industri.
“Kita bisa bekerja sambil tetap peduli. Setiap tanda kecil adalah perlawanan terhadap lupa dan ketidakpedulian,” tegasnya.
Dari Jalanan Hingga Pabrik
Aksi di Jakarta berlangsung damai dan reflektif, ditutup dengan doa bersama untuk para korban di Gaza. Spanduk bertuliskan “Solidaritas Adalah Kewajiban” terbentang di tengah massa, menegaskan pesan bahwa keberpihakan kepada yang tertindas bukan urusan politik, melainkan urusan kemanusiaan.
Ketika lembaga global gagal bersuara, suara para buruh dan pengemudi dari Jakarta hingga Cilegon berdiri sebagai pengingat bahwa kemanusiaan tak bisa dibungkam.
“Solidaritas bukan pilihan. Ia adalah kewajiban bagi siapa pun yang masih punya hati,” tutup Ricardo Lumalessil.